Jumlah penduduk dunia mencapai 8,09 miliar jiwa per Februari 2024. Nilai tersebut meningkat 0,62% (year-on-year/yoy) dibandingkan populasi di tahun 2023. PBB melalui laporan 2022 World Population Prospects mengungkapkan bahwa jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 9,7 miliar jiwa pada tahun 2050, dan stagnan di tahun 2100 seterusnya.
Pertumbuhan penduduk dunia cenderung melambat dalam beberapa dekade terakhir. Pertumbuhan penduduk diprediksi akan sampai ke titik 0 (angka kelahiran dan kematian sama) sekitar pada tahun 2080-2100, dengan total populasi digadang-gadang mencapai 10,4 miliar jiwa. Setelah periode tersebut, maka pertumbuhan penduduk diperkirakan akan menjadi negatif (angka kelahiran lebih sedikit dibanding angka kematian), membuat populasi dunia cenderung berkurang.
Indonesia terkenal sebagai salah satu negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Melansir World Population Review, per 4 Maret 2024, populasi Indonesia meningkat sekitar 2 juta penduduk dari tahun 2023 yang sebanyak 277 juta penduduk. Di tahun 2024 ini, terdapat 279.072.446 penduduk di Indonesia. Hal ini sekaligus menjadikan Indonesia negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di tahun 2024.
Hingga saat ini, baru 2 negara di dunia yang jumlah penduduknya melebihi 1 miliar jiwa, yakni India dengan total 1,437 miliar jiwa dan China dengan total 1,425 miliar jiwa. Hal tersebut sekaligus menempatkan keduanya sebagai negara dengan populasi terbanyak di tahun 2024.
Sementara itu, terdapat 341 juta jiwa di Amerika Serikat, menjadikannya negara ketiga dengan populasi terbanyak di dunia. Indonesia sendiri masih berada di urutan keempat, diikuti Pakistan dengan 243 juta penduduk dan Nigeria dengan 227 juta penduduk.
Di tahun 2024 ini, terdapat 15 negara dengan jumlah penduduk lebih dari 100 juta jiwa, yakni sebagai berikut.
Lebih lanjut, World Population Review mengungkapkan bahwa pertumbuhan penduduk tertinggi diprediksi akan terjadi di 8 negara, yakni di Republik Demokratik Kongo, Mesir, Etiopia, India, Nigeria, Pakistan, Filipina, dan Tanzania. Tidak hanya itu, beberapa negara di Afrika juga digadang-gadang akan mengalami peningkatan jumlah penduduk hingga 2 kali lipat dalam beberapa dekade ke depan akibat adanya peningkatan teknologi medis dan penurunan malnutrisi.
Sementara itu, angka harapan hidup dunia di tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terus naik. Di tahun 2050, angka harapan akan mencapai 77,2 tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan ini adalah berkurangnya dampak dari HIV/AIDS dan penyakit mematikan lainnya seiring meningkatnya teknologi.
Dengan demikian, jumlah penduduk lansia di atas usia 65 tahun diprediksi akan naik sebesar 16% di tahun 2050. Jumlahnya setara dengan 2 kali lipat dari jumlah anak-anak di bawah usia 5 tahun dan sama dengan jumlah anak-anak di bawah usia 12 tahun. Ketidakseimbangan ini cenderung akan membahayakan kondisi ekonomi dan infrastruktur negara, mengingat jumlah pekerja di usia produktif malah berkurang.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia berangsur-angsur mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2024 turun menjadi sebesar 25,22 juta penduduk. Penurunan terjadi sebesar 0,68 juta orang dibandingkan Maret 2023 dan 1,14 juta orang dibandingkan periode September 2022.
Sementara itu, persentase penduduk miskin di Maret 2024 ini mencapai 9,03%. Proporsi tersebut menurun 0,33% poin terhadap Maret 2023 dan 0,54% poin dibanding September 2022.
“Jumlah penduduk miskin mencapai 9,03% (dari total penduduk Indonesia) atau sebesar 25,22 juta orang,” ungkap Plt Sestama BPS Imam Machdi dalam konferensi pers di Kantor BPS, Senin (1/7), mengutip Idn Times.
Imam melanjutkan, tingkat kemiskinan pada Maret 2024 ini sudah menurun dibandingkan pada masa pandemi Covid-19 lalu, di mana angka kemiskinan Indonesia tercatat sebesar 26,42 juta pada Maret 2020 dan naik menjadi 27,54 juta orang pada September 2020.
Tidak hanya itu, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 mencapai 7,09%, turun dari Maret 2023 yang sebesar 7,29%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan menurun 0,1 juta orang dari 11,74 juta di Maret 2023 menjadi 11,64 juta di maret 2024.
Di pedesaan, angka kemiskinan juga mengalami penurunan, dari 12,22% di Maret 2023 menjadi 11,79% pada Maret 2024. Sementara jumlahnya menurun sebesar 0,58 juta orang dari 14,16 juta orang di Maret 2023 menjadi 13,58 juta di Maret 2024.
Tren Penduduk Miskin Tahun ke Tahun
Jumlah penduduk miskin sebelum pandemi atau pada Maret 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau 9,41%. Jumlah penduduk miskin meningkat memasuki tahun pertama pandemi dan mencapai puncaknya pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang atau 10,14% dari total penduduk.
Indonesiabaik.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi kenaikan tingkat angka kemiskinan di Indonesia pada September 2022 dibandingkan periode sebelumnya Maret 2022. Dari segi jumlah penduduk miskin jumlahnya naik sebesar 0,20 juta orang mencapai 26,36 juta orang.
Posisi itu naik 0,03 persen atau 200.000 orang dari posisi Maret 2022 yang sebanyak 26,16 juta orang miskin. Namun, turun 0,14 persen atau 140.000 orang dari posisi September 2021 yang sebanyak 26,50 juta orang miskin.
Pada dasarnya tingkat kemiskinan sudah mulai mengalami penurunan sejak mengalami peningkatan akibat pandemi. Saat itu, tingkat kemiskinan naik menjadi double digit pada September 2020 menjadi 10,19 persen. Posisi itu mulai menurun pada Maret 2021 ke tingkat 10,14 persen, yang kemudian diikuti penurunan ke tingkat 9,71 persen pada September 2021 dan 9,54 persen pada Maret 2022. Namun, sedikit meningkat pada September 2022 dengan posisi 9,57 persen.
Target Belum Tercapai
Sementara itu, pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menetapkan target kemiskinan di angka 6,5-7,5% pada 2024. Angka tersebut tampaknya masih belum bisa tercapai pada periode ini.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) meminta kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan kualitas implementasi program dan anggaran guna menekan angka kemiskinan di Indonesia.
“Program-program yang terbukti bisa mengentaskan kemiskinan, (seperti) di Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM, atau di tempat-tempat lain perlu dioptimalkan bahkan kalau perlu ditambah anggarannya. Kalau program yang hasilnya tidak jelas, kita geser saja,” jelas Ma’ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Percepatan Pencapaian Target Penurunan Kemiskinan Tahun 2024, mengutip laman resmi Wakil Presiden RI.
Meski target belum tercapai, penurunan tingkat kemiskinan pada Maret 2024 ini memberikan harapan pada perekonomian nasional, seperti yang disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.
"Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat," ungkap Febrio melalui keterangan resmi, Selasa (2/7), mengutip Media Indonesia.
Baca Juga: Inilah 10 Provinsi Dengan Tingkat Kemiskinan Tertinggi
Kartu Tanda Penduduk (disingkat KTP) adalah identitas resmi seorang penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP), yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Sejak tahun 2011, KTP nonelektronik digantikan dengan KTP elektronik (KTP-el).
Sebelumnya KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan, keculai warga berusia 60 tahun ke atas yang KTP-nya berlaku seumur hidup. Setelah adanya KTP-el, KTP bagi WNI berlaku seumur hidup untuk semua umur. KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap.
Kartu identitas umum selama era kolonial Belanda disebut sertifikat tempat tinggal (bahasa Belanda: verklaring van ingezetenschap). Kartu ini tidak mencatat agama pembawa.[1] Warga yang mencari bukti tempat tinggal diharuskan menghubungi controleur (controller) lokal mereka dan membayar biaya 1,5 gulden. Kartu kertas berukuran 15x10 cm dikeluarkan dan ditandatangani oleh kepala pemerintah daerah (hoofd van plaatselijk).[2] Dua jenis tambahan dokumen identitas diperlukan oleh orang Tionghoa di Hindia Belanda, yaitu: izin masuk (Belanda: toelatingskaart) dan izin tinggal (vergunning tot vestiging, dikenal sebagai ongji oleh orang Tionghoa).[3]
Kartu tanda pendudukan Jepang (1942-1945) terbuat dari kertas dan jauh lebih luas dari KTP saat ini. Ini menampilkan teks Jepang dan Indonesia. Di belakang bagian data utama adalah omelan propaganda yang secara tidak langsung mengharuskan pemegang untuk bersumpah setia kepada penjajah Jepang. Oleh karena itu dikenal sebagai KTP-Propaganda..[4]
Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1945, sertifikat kependudukan digantikan dengan Surat Tanda Kewarganegaraan Indonesia. Dokumen ini sebagian diketik dan sebagian ditulis tangan. Itu digunakan dari 1945 hingga 1977.[2] Itu adalah kartu kertas tanpa laminasi. Kartu mengalami beberapa perubahan selama periode ini, sebagian mengenai hak dan tanggung jawab pembawa. Kartu ID yang berbeda dikeluarkan oleh berbagai daerah dan akhirnya menjadi seragam di bawah kepala Registrasi Penduduk pada tahun 1976.
Selama rezim Orde Baru Soeharto (1966-1998)[5][6][7], kartu kewarganegaraan yang dipegang oleh mantan tahanan politik (tapol) dan etnis Tionghoa menampilkan kode khusus untuk menunjukkan status mereka.[8][9] Kebijakan ini memungkinkan pejabat pemerintah untuk mengetahui apakah seseorang adalah mantan tahanan politik atau keturunan Cina. Kode diskriminatif kemudian ditinggalkan.
KTP terbuat dari kertas, dilaminasi plastik dan dicap dengan stempel tinta. Kartu dikeluarkan oleh tingkat administrasi lingkungan terendah, yang dikenal sebagai RT dan RW. Kartu-kartu tersebut menampilkan foto, tanda tangan, nomor seri, dan cetak ibu jari. Warna latar belakang KTP sering kali kuning.[2]
Ketika provinsi Aceh ditempatkan di bawah keadaan Darurat Militer pada tahun 2003, provinsi tersebut memiliki desain KTP yang berbeda dengan latar belakang merah dan putih dan burung garuda. Kartu itu ditandatangani oleh camat, komandan militer setempat dan kepala polisi.[2]
Foto pembawa dicetak langsung ke kartu plastik. Pengawasan, verifikasi, dan validasi tetap di tingkat RT / RW. KTP ini menampilkan cetak ibu jari pembawa dan nomor seri yang unik. Tidak seperti versi sebelumnya, KTP ini dapat digunakan di seluruh negeri, bukan di kota atau kabupaten tertentu.[2]
Program KTP-el diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Program KTP-el di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2009 dengan ditunjuknya empat kota sebagai proyek percontohan nasional. Adapun keempat kota tersebut adalah Padang, Makasar, Yogyakarta dan Denpasar. Sedangkan kabupaten/kota lainnya secara resmi diluncurkan Kementerian Dalam Negeri pada bulan Februari 2011 yang pelaksanannya dibagi dalam dua tahap.
Pelaksanaan tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia.
Secara keseluruhan pada akhir 2012 ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki KTP-el dan dari awal sampai akhir tahun 2013 perekaman data penduduk tetap berlanjut sampai seluruh penduduk Indonesia wajib KTP terekam data pribadinya.
KTP berisi informasi pemilik kartu, termasuk:
memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2024 ada 25,22 juta penduduk miskin di Indonesia.
Rasionya setara dengan 9,03% dari total penduduk secara nasional.
Kendati angkanya tinggi, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sudah berkurang sekitar 680 ribu orang dibanding Maret tahun lalu.
Rasio penduduk miskin juga turun hingga mencapai level terendah dalam sedekade terakhir, seperti terlihat pada grafik.
Mengutip penjelasan BPS, penduduk miskin adalah orang yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan adalah patokan pengeluaran minimum untuk makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin.
Nilai garis kemiskinan nasional pada Maret 2024 sebesar Rp582.932 per kapita per bulan.
Dengan demikian, masyarakat yang pengeluaran bulanannya di bawah standar tersebut masuk kategori miskin, sedangkan yang pengeluarannya setara atau lebih tinggi tak masuk hitungan miskin.
(Baca: Angka Kelahiran Anak Indonesia Terus Menurun)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,03 persen atau 25,22 juta orang per Maret 2024.
Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi menuturkan angka ini turun jika dibandingkan dengan Maret 2023 yang mencapai 9,56 persen atau 25,9 juta orang.
"Tingkat kemiskinan pada Maret 2024 ini mengalami penurunan atau lebih rendah dibandingkan Maret 2023 yaitu persentase penduduk miskin turun 0,33 persen poin, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 0,68 juta orang," kata dia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,54 persen poin atau 1,14 juta orang.
Berdasarkan wilayahnya, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 adalah sebesar 7,09 persen atau 11,64 juta orang. Angka ini turun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 7,29 persen atau 11,74 juta orang.
Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 11,79 persen atau 13,58 juta orang. Ini juga menurun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 12,22 persen atau 14,16 juta orang.
"Jika dibandingkan kondisi sebelum pandemi maka tingkat kemiskinan di pedesaan sudah lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi sementara tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi," jelas Imam.
Berdasarkan pulau, persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 19,39 persen.
Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 5,44 persen.
Namun, dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa, yakni 13,24 juta orang. Sedangkan, jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu 94 ribu orang.
Adapun garis kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp582.932 per kapita per bulan. Ini dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp433.906 (74,44 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp149.026 (25,56 persen).
Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,78 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.786.415 per rumah tangga miskin per bulan.
Penduduk Asli Amerika atau Suku Red Indian (juga disebut Native Americans, American Indians, atau Amerindian) adalah pemukim pertama Amerika Utara yang datang dari Asia lebih dari 20.000 tahun lalu. Karena mengikuti hewan buruan, mereka mengembara melewati Selat Bering (dulu tanah genting, kini pemisah titik paling timur Benua Asia dan titik paling barat Benua Amerika). Lambat laun mereka menetap dan berkembang menjadi berbagai suku. Berabad-abad mereka membangun masyarakat teratur. Pada abad ke-16, orang Eropa tiba di Amerika Utara untuk pertama kali. Karena mengira tiba di India (Asia), mereka secara keliru menyebut penduduk asli itu "orang India". Karena itu, penduduk asli Benua Amerika tersebut dikenal dengan nama "Indian" sebagai bahasa Inggris dari kata "orang India". Karena para pendatang dari Eropa tersebut menginginkan tanah, penduduk suku Indian tersebut merasa terancam. Mereka pun bertempur melawan para pendatang Eropa tersebut. Pada abad ke-19, penduduk suku Indian melawan pemerintah Amerika Serikat yang berusaha menggusur mereka, namun akhirnya mereka kalah dan dipindahkan ke reservat, daerah khusus untuk mereka tinggali. Hingga kini masih banyak orang suku Indian yang tinggal dan hidup di sana.
Suku Sioux dan suku lain dari daerah Great Plains hidup di tenda yang diistilahkan dengan tepee. Tepee terbuat dari kulit bison yang diregangkan pada kerangka kayu yang mudah dipasang. Di bagian atasnya ada penutup yang bisa dibuka agar asap dari api unggun bisa keluar.
Tiap suku Indian mempunyai bahasa sendiri. Meskipun terdiri atas berbagai suku, mereka bisa saling berkomunikasi dengan bahasa isyarat yang dipahami oleh mereka semua.
Kepala suku Indian terakhir yang memimpin perlawanan terhadap "orang kulit putih" adalah Geronimo (1829-1909) dari suku Chiricahua Apache. Ia memimpin serangan dari negara bagian baratdaya hingga ke Meksiko. Akhirnya ia tertangkap dan diasingkan ke Florida. Lalu ia dibebaskan dan menjadi seorang tokoh nasional yang termasyur.
Penduduk asli Amerika utara terdiri atas banyak suku. Mereka umumnya hidup dari berburu, memancing dan bertani. Suku-suku terkenal di antaranya adalah Cheyenne, Comanche, don Sioux yang hidup di Great Plains; Apache, Navajo, dan Pueblo, yang hidup di daerah baratdaya; dan Iroquois, Huron, dan Cherokee, yang hidup di daerah timur, serta Miccosukee yang tinggal di wilayah Everglades (Florida).
Keterampilan perang seorang prajurit tampak dari tanda bulu:
Suku Indian memakai busur dan anak panah, pisau, serta pentung, tombak, sebagai senjata. Banyak pula yang membawa tomahawk. Pada abad ke-16 mereka mendapat senapan dari pedagang di Eropa.
Orang Indian adalah pengrajin yang terampil. Mereka membuat pakaian dan hiasan kepala yang indah. Sepasang sepatu moccasin terbuat dari kulit yang disetik dan dihiasi dengan tali kulit serta aneka warna manik.
Satu setengah juta orang Indian AS hidup di reservat yang mereka kelola sendiri. Reservat Navajo, misalnya, meliputi daerah seluas 6 juta ha di Arizona, New Mexico, dan Utah. Baru-baru ini beberapa Suku Indian pesisir barat laut Pasifik berhasil memprotes, dan memperoleh tanahnya kembali.
Sebelum orang Eropa tiba, suku Indian menduduki sebagian besar wilayah yang sekarang menjadi AS. Suku Indian dikelompokkan menjadi 6 wilayah geografis. Pemukiman Eropa secara bertahap mendesak Suku-suku Indian ke barat dan barat daya. Akhirnya pada 1890 mereka menetap di beberapa reservat yang tersebar.
Indonesiabaik.id - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mengeluarkan rilis jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tren penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia patut diapresiasi.
Kenapa Kemiskinan Meninggi?
Berdasarkan catatan BPS, kenaikan tingkat kemiskinan selama periode Maret hingga September 2022 disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
1. Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Pada tanggal 3 September 2022 pemerintah menaikkan harga untuk jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (nonsubsidi). Penyesuaian harga BBM ini berpengaruh pada kenaikan harga bensin, solar, dan ongkos angkut.
Selain itu, penyesuaian harga BBM ini juga berdampak pada inflasi. BPS mencatat inflasi pada bulan September 2022 sebesar 1,17% (mtm) dan 5,95% (yoy).
2. Kenaikan harga eceran komoditas bahan pokok
BPS mencatat secara nasional jika dibandingkan dengan Maret 2022, harga eceran 5 komoditas bahan pokok yang mengalami kenaikan diantaranya beras naik 1,46%, harga gula pasir naik 2,35%, harga tepung terigu naik 13,97%, harga telur ayam ras naik 19,01%, dan harga cabai merah naik nyaris setengah kali lipat sebesar 42,60%.Kenaikan harga ini merupakan dampak dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengalami kenaikan di bulan yang sama.
3. Tingginya angka penduduk kerja terdampak pandemi dan PHK
Sepanjang September 2022 terjadi Pemutusan Hubungan Kerja di sektor padat karya seperti industri tekstil, alas kaki serta perusahaan teknologi. Kejadian ini berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Belum lagi memang masih terdapat 4,15 juta orang penduduk usia kerja yang terdampak pandemi pada Agustus 2022.
Pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 25,95 juta orang atau 9,82 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen). Presentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, presentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen ata
Penduduk Miskin Turun
Usaha pemerintah dan masyarakat untuk terus mengentaskan kemiskinan makin menunjukan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.